Minggu, 23 September 2012

Maafkan Ayah, Nak!

        Anton adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga miskin. Dia tinggal di sebuah desa terpencil, yang terkadang selalu diasingkan dari daerahnya. Ayahnya adalah seorang buruh dan ibunya hanya seorang kuli cuci tetangganya. Dia juga mempunyai 2 orang adik bernama, Rani dan Sena. Rani saat ini baru saja masuk ke sekolah dasar, dan Sena masih sangat kecil sekali bahkan belum tahu apa-apa. Dirinya yang saat ini sedang duduk di kelas X SMA, sangat prihatin melihat keluarganya itu.
        Tatkala saat itu, Rani tidak mempunyai tas untuk sekolah. Rani menangis, karena dia malu bila sekolah tidak membawa tas. Akhirnya, Anton mengalah pada Rani. Dia memberikan tas sekolahnya untuk adiknya itu.
"Walaupun tas tersebut sudah kumal dan sedikit robek, tapi mudah-mudahan ini masih bisa dipakai oleh Rani," katanya.
        Lalu diberikanlah tas tersebut kepada adiknya. Adiknya merasa senang, dan tak menangis lagi. Karena itu, Anton tak memakai tas ke sekolahnya. Dia hanya memakai sebuah kantong kresek yang digunakan untuk membawa buku dan alat tulis. Ayah dan ibunya prihatin melihat keadaan anak-anaknya. Mereka belum bisa memenuhi apa yang diperlukan untuk ketiga putra putrinya. Upah yang diterima ayah dan ibunya, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok saja. Itupun seringkali terjadi kekurangan.
        Suatu hari, datang seorang tukang pos ke rumah Anton. Tukang pos tersebut, memberikan sebuah surat yang ditujukan untuk ayahnya. Ayahnya sempat tak percaya bahwa surat itu untuknya, namun ia melihat namanya tertera pada surat tersebut. Dengan rasa penasaran, ayahnya membuka surat tersebut. Ternyata, dalam surat tersebut berisi bahwa ayahnya akan menerima sebuah tunjangan uang senilai Rp. 2.000.000,- yang dapat diambil sore ini ditempat kerjanya. Disitulah mereka sangat bahagia membaca surat tersebut. Ayahnya menjanjikan kepada anaknya, bahwa ia akan membelikan tas, baju seragam baru, dan peralatan sekolah lainnya untuk anak-anaknya.
        Sore itu, pergilah ayah Anton ke tempat kerjanya untuk membawa tunjangan uang tersebut. Ternyata memang benar, tunjangan tersebut didapati semua rekan kerjanya. Ayah Anton pun harus rela antre berjam-jam, karena disesuaikan dengan huruf awal nama depan.
         Setelah 3 jam kemudian, ayahnya belum terpanggil juga. Bahkan sampai 5 jam lamanya, namanya tak kunjung terpanggil untuk mendapatkan tunjangan. Dia terdiam ditempat tersebut sendiri, dia memikirkan bagaimana reaksi anak-anaknya bila mengetahui keadaan ini. Betapa akan kecewanya mereka semua. Tapi, harus bagaimana lagi inilah kenyataannya. Lalu sang ayah pulang kerumah.
         Setelah sampai dirumah, ayahnya hanya menundukkan kepalanya. Anak-anaknya menyambut dengan gembira kedatangan ayahnya. Namun, saat itu ayahnya tak bisa membendung air matanya. Dia menceritakan kepada keluarganya.
"Nak, maafkan Ayah. Ternyata ayah tidak dapat memenuhi apa yang telah ayah janjikan.", sambil memeluk Rani. 
"Yasudah yah, tak apa-apa. Mungkin itu bukan rezeki kita", kata ibunya.
"Iya bu, maaf ayah telah membuat janji palsu dan tak bisa membuat keluarga bahagia.."
"Sudahlah, yang pentingkan kita masih bisa hidup bersama-sama pun itu adalah karunia yang sangat indah.."
        Ayahnya meneteskan air mata, dan memeluk keluarganya tersebut. Ia pun berkata, "Ayah akan selalu ada bersama kalian.." ..

Template by:
Free Blog Templates